Oleh: Hendra Hermawan, Ph.D.
Editorial Board Member di Scientific Reports (Nature) dan Journal of Orthopaedic Translation (Elsevier)
Kembali kepada tujuan ilmu pengetahuan yang harus disebarkan, tenyata kebanyakan paper dan jurnal hanya bisa diakses dengan cara membeli satuan atau berlangganan kepada publisher atau penyedia database: Scopus, Web of Science, ScienceDirect, dsb. Hal ini tentunya menjadi kendala bagi author dari institusi yang tidak berlangganan dan membatasi penyebaran ilmu pengetahuan itu sendiri.
Keadaan eksklusif ini mendorong munculnya gerakan Open Access, dimana publisher membuka akses untuk mengunduh paper-papernya kepada siapa saja, setelah biaya proses produksi (article processing charge) dibayar oleh author atau institusinya atau sponsor. Contoh open access publisher diantaranya: BioMed Central, PLOS, SAGE, dll yang terindeks dalam Directory of Open Access Journals (DOAJ), termasuk banyak jurnal dari Nature Publishing Group. Bahkan sekarang banyak publisher tradisional seperti Elsevier menyediakan opsi open access (per paper) pada jurnal-jurnalnya.
“Dalam pandangan saya, opsi open access per paper ini memberikan kesempatan kepada author untuk berderma dengan uang pribadinya dan mempermudah penyebaran ilmu yang dituliskan dalam papernya”.
Namun, oleh pihak tertentu publikasi dipandang sebagai lahan bisnis semata terutama setelah banyak pemangku kebijakan menetapkan publikasi internasional sebagai salah satu syarat untuk promosi. Inilah yang oleh Dr. Jeffrey Beall disebut Predatory Journals/Publishers atau oleh Dr. Bambang Sumintono disebut “Jurnal Abal-abal” dan beliau-beliau mengingatkan para author untuk berhati-hati terhadap tipu daya mereka. Untuk mengecek indikasinya, periksalah nama mereka.
Meskipun dari sisi gelap, kehadiran para predator ini justru dimanfaatkan oleh sebagian author sebagai jalan pintas untuk publikasi paper yang kurang bermutu namun masih bisa diakui untuk promosi. “Anda bayar kami publish, dan anda pun naik pangkat!”[]
Sumber: Urang Cibaduyut (kompasiana.com)