Menimbang Mutu Jurnal dan Paper

Oleh: Hendra Hermawan, Ph.D.
Editorial Board Member di Scientific Reports (Nature) dan Journal of Orthopaedic Translation (Elsevier)

Jurnal yang bagus bisa terindikasi dari: tingginya impact factor (IF) dan peringkatnya (Quartile, Q1-Q4), atau indeksasi database-nya (Scopus, Web of Science, dll). Lalu dapat dilihat juga dari siapa Editor-in-chief-nya, editorial board member-nya, para author sebelumnya, kemudian publisher-nya. Publisher seperti Nature, Elsevier, Springer, Wiley, dll, mengelola jurnal secara profesional untuk melayani dua kepentingan: ilmu pengetahuan dan bisnis.

Gambar berikut memperlihatkan peringkat jurnal untuk kategori Biomedical Engineering berdasarkan IF dari Journal Citation Report (JCR) Web of Science.

Screenshot peringkat jurnal bidang Biomedical Engineering dari JCR Web of Science.

Menurut pengamatan saya, jurnal yang berafiliasi dengan asosiasi profesi, meskipun kadang IF-nya lebih rendah dari jurnal lain sejenisnya, biasanya proses review-nya lebih ketat. Mungkin karena pertimbangan aspek ilmunya lebih kuat dari aspek bisnisnya. Contohnya eCM Journal, salah satu top jurnal di bidang riset ortopedi, dimana paper mengalami dua kali major revision dengan komentar dari 4-5 reviewer, tetapi akhirnya rejected.

Paper yang diterima di jurnal yang bagus dan mengalami proses review yang ketat secara langsung akan memiliki mutu yang baik. Paper yang baik akan mendapat citation yang banyak yang pada gilirannya meningkatkan citation metrix (h-index) author-nya.

Sekelumit tentang h-index

H-index merupakan perbandingan jumlah citation terhadap jumlah paper yang di-cite, misalnya h-index = 100 maknanya ada 100 paper yang di-cite minimal 100 kali.

Ada banyak pro-kontra tentang h-index ini, misalnya “nebengers/tumpangers” juga bisa tinggi h-indexnya. Perkara ini tidak dibahas di tulisan ini. Yang jelas, jika sudah publish 100 paper tapi h-index = 5 saja, menandakan ada yang kurang dengan mutu paper-papernya.

Sekarang ini ada tiga database yang dikenal memberikan citation metrix: (1) Web of Science, yang lebih selektif dari (2) Scopus, lebih selektif dari (3) Google Scholar. Contohnya saya sendiri (Link), untuk data pada 31/01/2016: publication/citation/h-index: Google Scholar 65/973/14; Scopus 40/633/11; Web of Science 32/514/10.

H-index saya diatas bisa mengecil lagi jika datanya disaring. Misalnya self-citation dihilangkan, atau papernya diseleksi hanya yang saya sebagai main author saja (1st author dan corresponding author), atau rentang waktu publikasinya dibatasi hanya untuk yang lima tahun terakhir saja.

Di jaman serba online sekarang ini, siapa pun bisa mengecek author dan publikasinya, misalnya melalui Scopus author look-up, atau paling tidak melalui Google Scholar. Ini bisa membantu klarifikasi terhadap bias dari memandang kepakaran seseorang karena: kekerapan muncul di media massa, selebriti medsos, pengrajin blog, bagus di CV (self-proclaimed), hiperbola promosi dari universitas, “kata orang” dan “urban legend” lainnya.

Sekelumit tentang Impact Factor

Kembali ke IF, nilai ini merupakan rasio jumlah citation terhadap jumlah citeable paper yang dipublish sebuah jurnal untuk waktu tertentu, misalnya setiap periode dua tahun. Sekarang ini yang paling dipandang adalah IF yang dikeluarkan oleh JCR Web of Science.

Perlu diingat, IF adalah pendekatan ukuran mutu untuk jurnal, bukan untuk paper apalagi untuk author. Paper yang dipublish di jurnal ber-IF tinggi memiliki peluang lebih banyak dibaca lalu di-cite orang. Tetapi tetap tergantung mutu papernya atau juga popularitas bidang dan trend topik riset dunia.

Contohnya, paper kami yang dipublikasikan tahun 2013 di Acta Biomaterialia (IF = 6.025, Q1) sampai sekarang hanya di-cite 5 kali, sementara paper lain tahun 2014 di Materials Science and Engineering C (IF = 3.088, Q3) telah di-cite 10 kali.

“Kalau diibaratkan jurnal = universitas, paper = orang yang mendapat doktor disitu, citation = produktivitas riset setelah doktor. Pada akhirnya, dari manapun mendapatkan doktornya, yang lebih membanggakan adalah prestasi setelah bergelar doktor”.

Jadi terasa aneh jika author mengukur mutu pengalaman riset dan publikasinya dengan hitungan cumulative IF, seperti anak manja bergaya dengan harta bapaknya. Namun, seperti halnya h-index, IF juga terkena banyak pro-kontra.[]

Sumber: Urang Cibaduyut (kompasiana.com)